MATERI PAI BERBENTUK VIDEO

HABIBIKU
MATERI X SEMESTER GANJIL

BAB. Berbusana Muslim dan Muslimah Merupakan Cermin Kepribadian dan Keindahan Diri

BAB AKU SELALU DEKAT DENGAN ALLAH SWT

HABIBIKU
     Beragam cara ditempuh oleh manusia untuk mendekatkan diri kepada sang pencipta yaitu Allah Swt. Diantaranya yaitu ada yang melalui jalan merenung atau karena musibah yang menimpanya. Demikianlah Allah Swt. membuka jalan bagi manusia yang ingin dekat dengan-Nya.
  Kedekatan seorang hamba dengan Tuhannya tentu saja akan menghantarkannya untuk mendapatkan berbagai fasilitas hidup, yaitu kesenangan dan kenikmatan yang tiada tara.
Cara yang selanjutnya yaitu zikir, Menyebut nama Allah Swt.berulang-ulang di dalam hati dan salat.
     Pada kesempatan yang sangat berharga ini, Saya akan menjelaskan tentang cara mendekatkan diri kepada Allah Swt. dengan menyebut nama-Nya (al-Asma'u al-Husna).

Cermati wacana berikut!

    Manusia adalah makhluk yang sering lupa dan sering berbuat kesalahan. “Al-Insanu mahallul khatā wa an-nisyan.” Demikian bunyi sebuah hadis yang artinya, “manusia itu tempatnya salah dan lupa.” Dalam hadis yang lain, Rasulullah saw. bersabda, “Kullu Bani Adama khataun wa khairul khata at-taibuna.” (Setiap keturunan Adam as. pasti melakukan kesalahan, dan orang yang baik adalah yang kembali dari kesalahan/dosa).

   Berdasarkan kedua hadis tersebut, manusia memiliki sifat dan karakter yang sering berbuat kesalahan dan lupa. Artinya, tidak ada seorang pun yang terbebas dari kesalahan dan lupa. Namun demikian, tidaklah benar jika dikatakan bahwa tidak mengapa seseorang melakukan kesalahan dengan dalih bahwa hal tersebut merupakan sifat manusia.

   Sebagai seorang yang beriman, kita dituntut untuk selalu melakukan refleksi dan perenungan terhadap apa yang telah kita perbuat. Ketika seseorang terlanjur melakukan kesalahan, bersegeralah ia untuk kembali ke jalan yang benar dengan bertaubat dan tidak mengulanginya lagi. Demikian pula sifat lupa, ia kadang menjadi sebuah nikmat dan juga bencana. Lupa bisa menjadi nikmat manakala seseorang terlupa dengan kejadian sedih yang pernah menimpanya. Dapat dibayangkan, betapa sengsaranya jika seseorang tidak dapat melupakan kisah sedih yang pernah dialaminya! Lupa juga dapat menjadi bencana, yaitu ketika dengan lupa tersebut mengakibatkan kecerobohan dan kerusakan. Banyak di antara manusia karena lupa melakukan sesuatu mengakibatkan ia melakukan kesalahan yang dapat merugikan dirinya dan orang lain.

A. Pengertian Al-Asma'u Al-Husna
    Al-Asma'u Al-Husna terdiri atas dua kata, yaitu asma yang berarti nama-nama, dan Husna yang berarti baik atau indah. Jadi, Al-Asma'u Al-Husna dapat diartikan sebagai nama-nama yang baik lagi indah yang hanya dimiliki oleh Allah Swt. sebagai bukti keagungan-Nya. Kata Al-Asma'u Al-Husna diambil dari ayat Al-Qur'an Q.S Taha/20:8 yang artinya, Allah Swt. tidak ada tuhan melainkan Dia. Dia memiliki Al-Asma'u Al-Husna (nama-nama baik).

B. Dalil tentang al-Asma'ul Husna

     1.firman Allah swt.dalam QS.Al-a'raf:180
وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ فَادْعُوهُ بِهَا ۖ وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ ۚ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
 "Artinya:"Dan Allah swt.memiliki al-Asma'ul Husna,maka bemohonlah kepada-nya dengan(menyebut)nam-nama-nya yang baik itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dalm)menyebut)nama-nama-nya.nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang mereka kerjakan"(Q.S.Al-A'raf:180).
     Dalam ayat lain dijelaskan bahwa  al-Asma'ul Husna merupakan amalan yang bermanfaat dan mempunyai nilaiu yang tidak terhingga tingginya.berdo'a menyebut  al-Asma'ul Husna sangat dianjurkan menurut ayat tersebut.

 2.hadist Rasulullah Saw.
    "Artinya:Dari Abu Hurairah ra.sesungguhnya Rasulullah Saw.berasabda:sesungguhnya Allah Swt.mempumyai sembilan puluh sembilan nama,seratus kurang satu,barang siapa yang menghafalkannya,maka ia akan masuk syurga".(H.R.Bukhari).

    Berdasarkan hadist diatas,orang yang menghafal  al-Asma'ul Husna akan diantarkannya ke dalam syurganya Allah Swt.apakah hanya dengan menghafalkannya seseorang dengan mudah akan masuk syurga?tentu saja tidak.Karena menghafal  al-Asma'ul Husna harus diiringi juga dengan menjaganya,baik menjaganya hafalannya dengan terus-menerus mendzikirkannya.


C. Makna Al-Asma'u Al-Husna 
Al-Asma'u Al-Husna yang wajib kita ketahui, hafalkan, dan menjaganya yaitu ada tujuh.
Jadi, apa aja sih Al-Asma'u Al-Husna yang wajib kita ketahui itu?
Nah, sebagai jawabannya, Saya akan menjelaskannya satu per satu.


1. Al-Karim
Secara Bahasa, Al-Karim mempunyai arti Yang Mahamulia, Yang Maha Dermawan, atau Yang Maha Pemurah. Secara istilah, dapat diartikan bahwa Allah Swt. Yang Mahamulia lagi Maha Pemurah yang memberi anugerah atau rezeki kepada semua makhluk-Nya sesuai dengan firman-Nya pada Q.S Al-Infitar:6.
يَا أَيُّهَا الْإِنْسَانُ مَا غَرَّكَ بِرَبِّكَ الْكَرِيمِ
"Hai manusia, apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu Yang Maha Pemurah."

Al-Karim dimaknai Maha Pemberi karena Allah Swt. senantiasa memberi, tidak pernah terhenti pemberian-Nya. Al-Karim juga dimaknai sebagai Yang Maha Pemberi Maaf karena Allah Swt. memaafkan dosa para hamba yang lalai dalam menunaikan kewajiban kepada Allah Swt. kemudian hamba itu mau bertaubat kepada-Nya. Menurut Imam Al-Gazali, Al karim adalah apabila Dia yang berjanji, menepati janjinya, bila memberi, melampaui batas harapan, tidak peduli berapa dan kepada siapa Dia memberi dan tidak rela bila ada kebutuhan dia memohon selain kepada-Nya, meminta pada orang lain. Dia yang bila kecil hati menegur tanpa berlebih, tidak mengabaikan siapa yang menuju dan berlindung kepada-Nya, dan tidak membutuhkan sarana dan perantara.

2. Al Mu'min
Secara Bahasa, Al Mu'min berasal dari kata amina yang berarti pembenaran, ketenangan hati, dan aman. Dapat diartikan bahwa Allah Swt. Maha Pemberi rasa aman kepada semua makhluk-Nya, terutama kepada manusia. Sesuai dengan firman-Nya pada Q.S Al-An'am/6;82
الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَٰئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ
"Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk."

3. Al-Wakil
Kata Al-Wakil mengandung arti Maha Mewakili atau Pemelihara. Yaitu Allah Swt. yang memelihara dan mengurusi segala kebutuhan makhluk-Nya, baik itu dalam urusan dunia maupun urusan akhirat. Dalam firman Allah Q.S Az-Zumar/39:62.
اللَّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ وَكِيلٌ
"Allah menciptakan segala sesuatu, dan Dia memelihara segala sesuatu."

Dengan demikian, orang yang mempercayakan segala urusannya kepada Allah Swt. akan memiliki kepastian bahwa semua akan diselesaikan dengan sebaik-baiknya.Hamba Al-Wakil adalah hamba yang bertawakal kepada Allah Swt. ketika hamba tersebut telah melihat "tangan" Allah Swt. dalam sebab-sebab dan alasan segala sesuatu, dia menyerahkan seluruh hidupnya di tangan Al-Wakil.

4. Al-Matin
Al-Matin artinya Mahakukuh. Allah Swt. adalah mahasempurna dalam kekuatan dan kukuhan-Nya. Oleh karena itu, sifat Al-Matin adalah kehebatan perbuatan yang sangat kokoh dari kekuatan yang tiada taranya.Seseorang yang menemukan kekuatan dan kekukuhan Allah Swt. akan membuatnya menjadi manusia yang tawwakal, memeliki kepercayaan dalam jiwanya dan tidak merasa rendah di hadapan manusia lain. Tidak ada sutupun makhluk yang dapat menundukkan Allah Swt. meskipun makhluk di bumi ini bekerja sama seperti firman Allah Swt. pada Q.S Az-Zariyat/51:58.
إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ
"Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rejeki Yang Mempunyai Kekuatan, lagi Sangat Kokoh."

Denagn demikian akhlak kita terhadap sifat Al-Matin adalah dengan beristiqamah, beribadah dengan kesungguhan hati, tidak tergoyahkan oleh bisikan menyesatkan, terus berusaha dan tidak putus asa, serta bekerjasama dengan orang lain sehingga menjadi lebih kuat.

5. Al-Jami'
Al-Jami' secara bahasa berati Yang Mengumpulkan/Menghimpun, yaitu bahwa Allah Swt. Maha Mengumpulkan segela sesuatu yang tersebar atau terserak. Penghimpun ini ada berbagi macam bentuknya, di antaranya adalah mengumpulkan seluruh makhluk yang beraneka ragam, termasuk manusia dan lain-lainnya, di permukaan bumi ini dan kemudian mengumpulkan mereka di Padang Mahsyar pada hari kiamat seperti firman-Nya pada Q.S Ali Imran/3:9.

رَبَّنَا إِنَّكَ جَامِعُ النَّاسِ لِيَوْمٍ لَا رَيْبَ فِيهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ لَا يُخْلِفُ الْمِيعَادَ

"Ya Rabb-kami, sesungguhnya Engkau mengumpulkan manusia untuk (menerima pembalasan pada) hari yang tak ada keraguan padanya (hari kiamat)'. Sesungguhnya Allah tidak menyalahi janji."

Allah Swt. juga mengumpulkan di dalm diri seorang hamba ada yang lahir di anggota tubuh dan hakikat batin di dalam hati. Barang siapa yang sempurna ma'rifatnya danbaik tingkah lakunya, maka ia disebut juga sebagai Al-Jami' ialah orang yang tidak padam cahaya ma'rifatnya.

6. Al-'Adl
Al-'Adl artinya Mahaadil. Keadilan-Nya bersifat mutlak. Keadilan Allah Swt. juga dipengaruhi dengan ilmu-Nya yang MahaLuas sehingga tidak mungkin keputussan-Nya itu salah.Sebagai mana firman Allah Swt. dalam Q.S Al-An'am/6:115.
وَتَمَّتْ كَلِمَتُ رَبِّكَ صِدْقًا وَعَدْلًا ۚ لَا مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِهِ ۚ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
"Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu (Al-Quran) sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat merubah rubah kalimat-kalimat-Nya dan Dialah yang Maha Mendenyar lagi Maha Mengetahui."

Al-'Adl berasal dari kata 'adala yang berarti lurus dan sama. Orang yang adil adalah orang yang berjalan lurus dan sikapnya sealu menggunakan ukuran yang sama, bukan ukuran ganda. Allah Swt. MahaAdil. Dia menempatan semua manusia pada posisi yang sama dan sederajat. Tidak ada yang ditinggikan hanya karena keturunan, kekayaan, atau karena jabatan.

7. Al-Akhir
 Al-Akhir artinya Yang MahaAkhir yang tidak ada sesuatupun setelah Allah Swt. Dia MahaKekal tatkala semua makhluk hancur, MahaKekal dengan segala kekekalan-Nya. Adapun kekekalan makhluknya adalah kekekalan yang terbatas, seperti halnya kekekalan surga, neraka, dan apa yang ada di dalamnya disebutkan dalam firman Allaj Swt. dalam Q.S Al-Hadid/57:3.
هُوَ ٱلْأَوَّلُ وَٱلْءَاخِرُ وَٱلظَّٰهِرُ وَٱلْبَاطِنُ ۖ وَهُوَ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيم
"Dia (Allah) adalah al-Awwalu (Yang Awal) dan al-Akhiru (Yang Akhir), dan al-Zahiru (Yang Zahir) dan al-Batinu (Yang Batin). Dan Dia (Allah) terhadap segala sesuatu adalah al-‘Alim (Maha Mengetahui)."

Orang yang mengesakan  Al-Akhir akan selalu merasakan membutuhkan Rabb-Nya, ia akan selalu mendasarkan apa yang diperbuatnya kepada apa yang telah ditetapkan oleh Allah Swt, utnuk hamba-Nya, karena ia mengetahui bahwa Allah Swt. adalah pemilik segala kehendak, hati, dan niat.
.
.
Menerapkan Perilaku Mulia

Setelah mempelajari keimanan kepada Allah Swt. melalui sifat-sifatnya dalam al-Asma’u al-Husna, sebagai orang yang beriman, kita wajib merealisasikannya agar memperoleh kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Perilaku yang mencerminkan sikap memahami  al-Asma’u al-Husna, tergambar dalam aktivitas sebagai berikut:

1.   Menjadi orang yang dermawan
    Sifat dermawan adalah sifat Allah Swt. al-Karim (Maha Pemurah) sehingga sebagai wujud keimanan tersebut, kita harus menjadi orang yang pandai membagi kebahagiaan kepada orang lain baik dalam bentuk harta atau bukan.
Wujud kedermawanan tersebut misalnya seperti berikut:
a.   Selalu menyisihkan uang jajan untuk kotak amal setiap hari Jum’at yang diedarkan oleh petugas Rohis.
b.   Membantu teman yang sedang dalam kesulitan.
c.   Menjamu tamu yang datang ke rumah sesuai dengan kemampuan.

2.   Menjadi orang yang jujur dan dapat memberikan rasa aman
      Wujud dari meneladani sifat Allah Swt al-Mu’min adalah seperti berikut:
a.   Menolong teman/orang lain yang sedang dalam bahaya atau ketakutan.
b.   Menyingkirkan duri, paku, atau benda lain yang ada di jalan yang dapat membahayakan pengguna jalan.
c.   Membantu orang tua atau anak-anak yang akan menyeberangi jalan raya.

3.   Senantiasa bertawakkal kepada Allah Swt.
Wujud dari meneladani sifat Allah Swt. al-Wakil dapat berupa hal-hal berikut:
a.   Menjadi pribadi yang mandiri, melakukan pekerjaan tanpa harus merepotkan orang lain.
b.   Bekerja/belajar dengan sungguh-sungguh karena Allah Swt. tidak akan mengubah nasib seseorang yang tidak mau berusaha.

4.   Menjadi pribadi yang kuat dan teguh pendirian
      Perwujudan meneladani dari sifat Allah Swt. al-Matin  dapat berupa hal-hal berikut:
a.   Tidak mudah terpengaruh oleh rayuan atau ajakan orang lain untuk melakukan perbuatan tercela.
b.   Kuat dan sabar dalam menghadapi setiap ujian dan cobaan yang dihadapi.

5.   Berkarakter pemimpin
      Pewujudan meneladani sifat Allah Swt. al-Jāmi’ di antaranya seperti berikut:
a.   Mempersatukan orang-orang yang sedang berselisih.
b.   Rajin melaksanakan shalat bejama’ah.
c.   Hidup bermasyarakat agar dapat memberikan manfaat kepada orang lain.

6.   Berlaku adil
      Perwujudan meneladani sifat Allah Swt. al-‘Adl misalnya seperti berikut:
a.   Tidak memihak atau membela orang yang bersalah, meskipun ia saudara atau teman kita.
b.   Menjaga diri sendiri, orang lain, dan lingkungan sekitar dari kezaliman.

7.   Menjadi orang yang bertakwa
      Meneladani sifat Allah Swt. al-Ākhir adalah dengan cara seperti berikut:
a.   Selalu melaksanakan perintah Allah Swt. seperti: shalat lima waktu, patuh dan hormat kepada orang tua dan guru, puasa, dan kewajiban lainnya.
b.   Meninggalkan dan menjauhi semua larangan Allah Swt. seperti: mencuri, minum-minuman keras, berjudi, pergaulan bebas, melawan orang tua, dan larangan lainnya.

Rangkuman

1.  Al-Asma’u al-Husna artinya adalah nama-nama yang baik dan indah yang hanya dimiliki oleh Allah Swt. sebagai bukti keagungan-Nya. Nama-nama Allah Swt. yang agung dan mulia itu merupakan suatu kesatuan yang menyatu dalam kebesaran dan keagungan-Nya.
2.  Dalam al-Asma’u al-Husna terdapat sifat-sifat Allah Swt. yang wajib dipercayai kebenarannya dan dijadikan petunjuk jalan oleh orang yang beriman dalam bersikap dan berperilaku.
3. Orang yang beriman akan menjadikan tujuh sifat Allah Swt. dalam al-Asma’u al-Husna sebagai pedoman hidupnya, dengan berperilaku: adil, pemaaf, bijaksana, menjadi pemimpin yang baik, selalu berintrospeksi diri, berbuat baik dan berkasih sayang, bertakwa, menjaga kesucian, menjaga keselamatan diri, berusaha menjadi orang yang terpercaya, memberikan rasa aman pada orang lain, suka bersedekah, dan sebagainya.
4.  Al-Karim mempunyai arti Yang Mahamulia, Yang Mahadermawan atau Yang Maha Pemurah. Allah Mahamulia di atas segala-galanya, sehingga apabila seluruh makhluk-Nya tidak ada satu pun yang taat kepada-Nya, tidak akan mengurangi sedikitpun kemuliaan-Nya.
5.  Al-Mu’min dapat dimaknai Allah sebagai Maha Pemberi rasa aman bagi makhluk ciptaan-Nya dari perbuatan Zalim. Allah adalah sumber rasa aman dan keamanan dengan menjelaskan sebab-sebabnya.
6.  Al-Wakil mempunyai arti Yang Maha Pemelihara atau Yang Maha Terpercaya. Allah memelihara dan menyelesaikan segala urusan yang diserahkan oleh hamba kepada-Nya tanpa membiarkan apa pun terbengkalai.
7.  Al-Matin berarti bahwa Allah Mahasempurna dalam kekuatan dan kekukuhan-Nya. Kekukuhan dalam prinsip sifat-sifat-Nya, tidak akan Allah melemahkan suatu sifat-Nya. Allah juga Mahakukuh dalam kekuatan-kekuatan-Nya.
8.   Al-Jāmi’ berarti Allah Maha Mengumpulkan dan mempunyai kemampuan untuk mengumpulkan segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi. Kemampuan Allah SWT tersebut tentu tidak terbatas sehingga Allah mampu mengumpulkan segala sesuatu, baik yang serupa maupun yang berbeda, yang nyata maupun yang gaib, yang terjangkau oleh manusia maupun yang tidak bisa dijangkau oleh manusia, dan lain sebagainya.
9.   Al-Adl berarti Mahaadil. Keadilan Allah SWT bersifat mutlak, tidak dipengaruhi apa pun dan siapa pun. Allah Mahaadil karena Allah selalu menempatkan sesuatu pada tempat yang semestinya, sesuai dengan keadilan-Nya yang Mahasempurna.
10. Al-Ākhir berarti zat Yang Mahaakhir. Mahaakhir di sini dapat diartikan bahwa Allah Swt. adalah zat yang paling kekal. Tidak ada  sesuatu pun setelah-Nya. Tatkala semua makhluk, bumi seisinya hancur lebur, Allah Swt. tetap ada dan kekal.

Evaluasi

1.   Bagaimana cara kita untuk meneladani al-Asma’u al-Husna al-Karim?
2.   Jelaskan manfaat dari meneladani al-Asma’u al-Husna al-Wakil!
3.   Bagaimana cara kita untuk meneladani al-Asma’u al-Husna al-Adl!
4.   Bagaimana strategi kita untuk dapat meneladani al-Asma’u al-Husna al-Matin?
5.   Jelaskan manfaat dari meneladani al-Asma’u al-Husna al-Ākhir!

SAYANG, PATUH DAN HORMAT KEPADA ORANG TUA DAN GURU

HABIBIKU
          Keberadaan orang tua bagi seorang anak ibarat sebuah pohon dan buahnya. Tidak akan ada buah tanpa pohon, dan kuranglah bermanfaat sebuah pohon tanpa buah yang baik. Oleh karena itu, hubungan antara orang tua dan anak mestilah menjadi hubungan yang harmonis dan saling melengkapi. Bagi orang tua, menyayangi dan mengasihi anak tidak terbatas ruang dan waktu. Mereka tidak pernah lelah dan lalai dalam memberikan kasih sayang dan perhatiannya kepada anak-anaknya. Mereka mengerjakan apa yang menjadi kebutuhan anak-anaknya mulai bangun tidur hingga tidur kembali. 
          Di lain pihak, tidak sedikit anak yang tidak memperhatikan dan tidak peduli kepada orang tuanya. Ketika usia masih kecil hingga remaja, mereka kadang enggan menuruti nasihat dan perintah orang tuanya. Demikian pula, ketika mereka sudah dewasa dan sukses dalam karir, tak jarang orang tuanya terabaikan tanpa kasih sayang seperti kasih sayang yang didapatnya dari orang tua ketika kecil hingga besar. Bahkan, tidak sedikit seorang anak memperlakukan orang tuanya jauh dari sikap hormat, kasih, dan sayang. 
          Perilaku anak yang tidak baik terhadap orang tuanya, atau murid terhadap gurunya merupakan perbuatan yang sangat tercela. Mereka mungkin menjadi korban dari tayangan yang tidak baik yang mereka tonton atau mungkin pemahaman agama yang dangkal sehingga mereka luput dari perilaku yang terpuji. Apa pun alasannya, mulai saat ini dan mulai dari diri kita sendiri, mari kita hormati, sayangi, dan patuhi perintah kedua orang tua dan guru selama perintah tersebut tidak melawan syari’at Islam. 

A. Sayang, Hormat, dan Patuh kepada Orang Tua 

    1. Makna Orang Tua bagi Anak 

          Orang tua memiliki kedudukan tinggi dalam Islam. Setiap anak memiliki kewajiban untuk berbuat baik terhadap kedua orang tuanya. Kasih sayang yang tulus yang diberikan orang tua tidak akan mampu dibayar dengan uang oleh seorang anak. Oleh karena itu, kasih sayang, perhatian, dan pengorbanan orang tua harus dibalas dengan kebaikan, kasih sayang, dan pengorbanan yang serupa, meski tidak sebanding. Islam mengenal dua macam orang tua yang harus dihormati, yakni orang tua biologis yang telah melahirkan kita dan orang tua rohani yang telah mengantarkan kita mengenal Allah Swt.

   2. Kewajiban Berbakti kepada Kedua Orang Tua 

          Berbakti dan berbuat baik kepada orang tua, mengasihi, menyayangi, menghormati, mendoakan, taat, dan patuh terhadap apa yang mereka perintahkan, termasuk melakukan hal-hal yang mereka sukai adalah kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap anak kepada orang tuanya. Perilaku tersebut di dalam istilah agama Islam dinamakan birrul walidain.

          Birrul walidain adalah hak kedua orang tua yang harus dilaksanakan oleh setiap anak, sepanjang keduanya tidak memerintahkan atau menganjurkan kemaksiatan atau kemusyrikan. Bahkan, seorang anak tetap harus berbakti meskipun orang tuanya kafir atau musyrik. Hal ini ditegaskan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya dalam surah Luqmān/31:15 :


وَإِذْ قَالَ لُقْمَٰنُ لِٱبْنِهِۦ وَهُوَ يَعِظُهُۥ يَٰبُنَىَّ لَا تُشْرِكْ بِٱللَّهِ ۖ إِنَّ ٱلشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ

Artinya, “Jika keduanya (ibu bapakmu) memaksamu supaya engkau musyrik, menyekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak ketahui, maka janganlah engkau mengikuti keduanya, dan bergaullah dengan keduanya di dunia dengan baik.”


          Islam mengatur hubungan antara anak terhadap kedua orang tuanya dan tata cara pergaulannya. Keduanya memiliki hak dan kewajiban yang saling berkaitan. Seorang anak tidak diperkenankan mengucapkan kata-kata yang kurang berkenan terhadap kedua orang tua, apalagi hingga membuat mereka sakit hati. Allah Swt. berfirman: 


وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوٓا۟ إِلَّآ إِيَّاهُ وَبِٱلْوَٰلِدَيْنِ إِحْسَٰنًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ ٱلْكِبَرَ أَحَدُهُمَآ أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُل لَّهُمَآ أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا 


Artinya, “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia". 


          Ayat ke-23 surah al-Isrā di atas, menjelaskan bahwa setiap anak mesti memberikan perhatian kepada orang tuanya. Sopan santun, baik dalam ucapan maupun perbuatan merupakan nilai-nilai yang harus dilakukan seorang anak kepada orang tuanya. Bahkan, ucapan “ah”, “ih”, “hus” yang bernada penolakan atau pembangkangan terhadap perintahnya adalah dilarang, apalagi sampai memukul atau perbuatan kasar lainnya yang menyakiti mereka.

Dalam ayat yang lain Allah Swt. berfirman: 

وَوَصَّيْنَا ٱلْإِنسَٰنَ بِوَٰلِدَيْهِ حُسْنًا ۖ وَإِن جَٰهَدَاكَ لِتُشْرِكَ بِى مَا لَيْسَ لَكَ بِهِۦ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَآ ۚ إِلَىَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ 

Artinya: “Dan Kami wajibkan kepada manusia agar (berbuat) kebaikan kepada kedua orang tuanya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau patuhi keduanya. Hanya kepada-Ku tempat kembalimu, dan akan Aku beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.”

          Jadi, jelaslah bahwa perintah untuk berbuat baik kepada kedua orang tua merupakan perintah langsung dari Allah Swt. yang harus dilaksanakan oleh setiap orang yang beriman. Kepatuhan kepada kedua orang tua merupakan bukti kepatuhan kepada Allah, dan kedurhakaan kepada keduanya merupakan kedurhakaan kepada Allah Swt.

3. Keutamaan Berbakti kepada Orang Tua 

          Islam menempatkan kedudukan orang tua pada tempat terhormat dalam al-Qur’ān. Kedua orang tua menempati posisi penting dalam berbakti seorang manusia setelah beribadah kepada Allah Swt. Perlakuan kepada keduanya merupakan pintu keberkahan maupun kesulitan bagi seorang anak. Jika seorang anak berbakti dan memperlakukan dengan sebaik-baiknya sebagaimana yang Allah perintahkan, Allah akan memberikan keberkahan hidup kepada anak tersebut. Tetapi sebaliknya, jika seorang anak durhaka kepada ibu bapaknya, Allah tak segan-segan menyulitkan jalan hidupnya.


وَعَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ عُمَرَ -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا-, عَنْ اَلنَّبِيِّ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ: – رِضَا اَللَّهِ فِي رِضَا اَلْوَالِدَيْنِ, وَسَخَطُ اَللَّهِ فِي سَخَطِ اَلْوَالِدَيْنِ –أَخْرَجَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ, وَصَحَّحَهُ اِبْنُ حِبَّانَ وَالْحَاكِم

Artinya: Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ashr radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Keridhaan Allah tergantung pada ridha orang tua dan murka Allah tergantung pada murka orang tua.” (Diriwayatkan oleh Tirmidzi, hadits ini sahih menurut Ibnu Hibban dan Al-Hakim) [HR. Tirmidzi, no. 1899; Ibnu Hibban, 2:172; Al-Hakim, 4:151-152. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan].

          Banyak riwayat yang mengemukakan tentang keutamaan berbakti kepada orang tua. Keutamaan-keutamaan tersebut akan diperoleh seorang anak baik di dunia maupun di akhirat kelak. Adapun keutamaan-keutamaan berbakti kepada orang tua di antaranya adalah seperti berikut. 

a. Penghapus dosa besar

          Ibnu Umar meriwayatkan bahwa ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah saw. dan berkata, “Saya telah melakukan suatu dosa besar. Apakah mungkin dosa itu diampuni?” Rasulullah saw. bertanya, “Apakah kedua ibu bapakmu masih hidup?” Lelaki itu dengan sedih menjawab, “Keduanya telah meninggal dunia.” Rasulullah saw. bertanya lagi, “Apakah kaupunya khallah (saudara ibu)?” “Ya punya.” Jawab lelaki itu. Maka Rasulullah kembali bersabda, “Baktikanlah dirimu kepadanya.” (H.R. Tirmizi, Ibnu Hibban, dan Hakim)

b. Dipanjangkan usia dan dilimpahkan rezeki 

Rasulullah saw. bersabda, “Siapa yang ingin dipanjangkan usianya dan dilimpahkan rezekinya, hendaklah ia berbakti kepada ibu bapaknya, dan memelihara silaturahim.” (H.R. Ahmad)

c. Akan mendapatkan bakti yang sama dari anak keturunan 

         Rasulullah saw. bersabda, “Janganlah kalian mengganggu wanita milik orang lain, niscaya wanita milikmu tak anak diganggu orang, dan berbaktilah kepada ibu bapak kalian, agar anak-anakmu kelak berbakti kepadamu. Barangsiapa yang diminta maaf oleh saudaranya, hendaklah dimaafkannya, baik ia salah atau benar. Jika tidak ada yang mengamalkannya, maka ia tidak akan mendatangi al-Haud (sebuah danau) di surga.” (H.R. al-Hakim)

d. Dimasukkan ke dalam surga
Rasulullah saw. bersabda, “Pintu tengah terbuka untuk orang-orang yang birrul walidain. Barangsiapa yang berbakti kepada ibu bapaknya, akan terbukalah pintu itu, dan siapa yang durhaka kepada keduanya, tertutuplah pintu itu baginya.” (Dikeluarkan oleh Ibnu Śahih dalam “At-Targib” dan oleh ad-Dailami dalam Musnadil Firdaus) 


B. Hormat dan Patuh kepada Guru

     1. Makna Seorang Guru

          Guru adalah orang yang memberikan pengetahuan sekaligus pendidikan akhlak terhadap murid-muridnya. Ia mengajari cara membaca, berhitung, berpikir, dan sebagainya. Guru juga mengajarkan nilai-nilai moral dan nilai-nilai akhlak yang tinggi kepada murid-muridnya. Ia tidak hanya memberikan pengetahuan saat di sekolah, tetapi juga memberikan bimbingan saat dibutuhkan di luar sekolah.

          Setiap guru pasti akan mengajarkan kebaikan-kebaikan yang mungkin tidak didapatkan seorang anak dari orang tuannya di rumah. Tanpa pendidikan dan bimbingannya, bisa jadi kita tidak akan mengetahui segala yang nyata maupun yang tersembunyi di alam raya ini. Tanpa bimbingannya pula, bisa jadi kita tidak dapat membedakan mana yang benar maupun yang salah, mana yang dibolehkan dan mana yang dilarang. Jasa seorang guru dalam mendidik dan mencerdaskan murid-muridnya tidaklah dapat diukur dengan materi. Berkat jasa gurulah, kita menjadi terpelajar.

          Dalam ajaran Islam, guru atau ulama adalah orang yang memiliki pengetahuan luas dibandingkan dengan orang lainnya. Ia merupakan pewaris para nabi dalam menyampaikan kebaikan kepada orang lain. Allah Swt. berfirman:

وَمِنَ النَّاسِ وَالدَّوَابِّ وَالْأَنْعَامِ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ كَذَٰلِكَ ۗ إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ ۗ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ

Artinya: “...Di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya, hanyalah para ulama. Sungguh, Allah Mahaperkasa, Maha Pengampun.” (Q.S. Fātir/35:28)


     2. Adab Seorang Murid kepada Guru

          Sebagaimana seorang anak memperlakukan orang tuanya, bagitu pulalah sikap yang harus ditunjukkan oleh murid kepada gurunya. Karena jasanya yang sangat besar kepada murid-muridnya, sudah selayaknya seorang murid menerapkan perilaku atau adab yang baik kepada gurunya. Adapun adab seorang murid kepada guru di antaranya adalah sebagai berikut.

  • Hendaklah merendahkan diri di hadapan guru, tidak keluar dari tempat belajar sebelum mendapat izin dari guru.
  • Hendaklah memandang guru dengan penuh rasa ta’zim atau hormat dengan meyakini bahwa gurunya memiliki kelebihan.
  • Hendaklah duduk di hadapan guru dengan sopan, tenang, dan mendengarkan apa yang dijelaskan oleh guru.
  • Hendaklah tidak berjalan, duduk, atau memulai perkataan sebelum meminta izin kepada guru.
  • Patuh terhadap perkataan dan perintahnya. Menerapkan Perilaku Mulia
a. Perilaku yang mencerminkan sikap sayang, hormat, dan patuh kepada orang tua di antaranya adalah:

     1). Jika orang tua masih hidup seperti berikut.

  • Mengucapkan salam saat akan meninggalkan atau menemuinya.
  • Mendengarkan segala perkataannya dengan penuh rasa hormat dan rendah hati.
  • Tidak memotong pembicaraannya karena itu akan menyakiti hati keduanya.
  • Berpamitan atau meminta izin ketika akan pergi ke luar rumah, baik untuk bersekolah atau keperluan laiinya.
  • Mencium tangan kedua orang tua jika akan pergi dan kembali dari bepergian.
  • Membantu pekerjaan rumah atau pekerjaan lain yang akan meringankan beban orang tua.
  • Berbakti dengan melaksanakan nasihat dan perintah yang baik dari keduanya.
  • Merawat dengan penuh keikhlasan dan kesabaran apalagi jika keduannya sudah tua dan pikun.
  • Merendahkan diri, kasih sayang, berkata halus dan sopan, serta mendoakan keduanya.
  • Menyambung silaturahim meskipun hanya melalui telepon ketika jarak sangat jauh.
  • Memberikan sebagian rezeki yang kita miliki meskipun mereka tidak membutuhkan.
  • Selalu meminta doa restu orang tua dalam menghadapi suatu permasalahan.
     2). Jika orang tua telah meninggal dunia.

          Melaksanakan wasiat dan menyelesaikan hak Adam yang ditinggalkannya (utang atau perjanjian dengan orang lain yang masih hidup).
Menyambung tali silaturahim kepada kerabat dan teman-teman dekatnya atau memuliakan teman-teman kedua orang tua.
Melanjutkan cita-cita luhur yang dirintisnya atau menepati janji kedua ibu bapak.
Mendoakan ayah ibu yang telah tiada itu dan memintakan ampun kepada Allah Swt. dari segala dosa orang tua kita.

     b. Perilaku yang mencerminkan sikap hormat dan patuh kepada guru di antaranya adalah seperti berikut.

  • Mengucapkan salam dan mencium tangannya jika bertemu.
  • Mendengarkan pelajaran yang sedang diberikannya dengan penuh hormat.
  • Jujur dan terbuka dalam berbicara kepadanya.
  • Mengamalkan ilmunya dan membaginya kepada orang lain.
  • Tidak melawan, menipu, dan membuka rahasia guru.
  • Murid harus mengikuti sifat guru yang dikenal baik akhlak, tinggi ilmu dan keahlian, berwibawa, santun dan penyayang.
  • Murid harus mengagungkan guru dan meyakini kesempurnaan ilmunya. Orang yang berhasil hingga menjadi ilmuwan besar, sama sekali tidak boleh berhenti menghormati guru.
  • Bersikap sabar terhadap perlakuan kasar atau akhlak buruk guru. Hendaknya berusaha untuk memaafkan perlakuan kasar, turut mendoakan keselamatan guru.
  • Menunjukkan rasa berterima kasih terhadap ajaran guru. Melalui itulah ia mengetahui apa yang harus dilakukan dan dihindari.
  • Sopan ketika berhadapan dengan guru, misalnya; duduk dengan tawa««u’, tenang, diam, posisi duduk sedapat mungkin berhadapan dengan guru, menyimak perkataan guru sehingga tidak membuat guru mengulangi perkataan.
  • Tidak dibenarkan berpaling atau menoleh tanpa keperluan jelas, terutama saat guru berbicara kepadanya.

IMAN KEPADA MALAIKAT

HABIBIKU



A. Pengertian Malaikat
     Secara Etimologis malaikat berasar dari bahasa Arab asal kata dari malak, jamak nya malaaika akar katanya a'lak atau a'luka  artinya risalah atau menyampaikan pesan . Sedangkan pengertian malaikat secara terminologis malaikat adalah mahluk gaib yang diciptakan oleh Allah SWT. dari cahaya sebagai utusan tuhan yang taat dan patuh menjalankan semua perintah Allah SWT.

B. Pengertian Iman Kepada Malaikat Allah
      Iman Kepada Malaikat artinya mempercayai keberadaan mahlik gaib yang bernama malaikat.

C. Hukum Beriman Kepada Malaikat
     Sebagai umat islam mempercayai atau beriman kepada malaikat hukumnya  Pardu A'in. 
adapun perintah beriman kepada malaikat  tersurah dalam firman Allah SWT. 
     1. QS. Albaqoroh : 3

     2. QS. Albaqoroh : 285

     3. Hadis Nabi Muhamad SAW. yang di riwayatkan oleh HR. Muslim


ءَامَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ كُلٌّ ءَامَنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لاَ نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْ رُسُلِهِ وَقَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ.         ( البقرة : 285 )
Artinya “ Rasul telah beriman kepada Al Qur'an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul rasul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan kami ta`at". (Mereka berdo`a): "Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali".
Rasulullah SAW bersabda :
اَ ْلإِيْمَانُ اَنْ تُؤْ مِنُ بِااللهِ وَ مَلاَئِكَتِهِ .... ( روه البخاري )
Artinya : “Iman itu ialah engkau percaya kepada Allah dan Malaikat-Nya ….” (H.R. Bukhori).
Kedudukan manusia dan malaikat disisi Allah :
-      sama-sama sebagai hamba Allah
-      manusia diberi tugas sebagai khalifah fil ardhi atau pemimpin dimuka bumi, sedangkan salah satu tugas malaikat adalah mengawasi kepemimpinan manusia.
Kedudukan manusia dalam beriman kepada malaikat berbeda dengan kedudukan manusia dalam beriman kepada Allah. Manusia dalam beriman kepada Allah tidak cukup meyakini dalam hati tetapi harus diikuti pengakuan lisan dan dibuktikan dengan amal perbuatan nyata yaitu penghambaan diri kepada Allah (bertaqwa). Sedangkan beriman kepada Malaikat, manusia hanya disuruh mengimani saja dengan cara-cara yang sesuai petunjuk qur’an dan hadist.
D.   Tanda Beriman Kepada Malaikat.
Iman kepada malaikat merupakan rukun iman yang kedua. Sebagai orang mukmin kita harus meyakini adanya malaikat. Orang yang beriman kepada malaikat akan memiliki tanda-tanda antara lain :
1.    Senantiasa berhati-hati dalam bersikap dan bertingkah laku.
2.    Termotivasi untuk selalu berbuat positif dan menjauhkan diri dari perbuatan tercela.
3.    Disiplin dalam melaksanakan tugas dan kewajiban
4.    Hidup tenang dan tenteram.


PRILAKU TERCELA



A.    Hasud

      Hasud atau dengki adalah rasa atau sikap tidak senang terhadap kabahagiaan atau kenikmatan yang diterima orang lain dan dia berusaha untuk menghilangkannya atau mencelakakan orang lain tersebut, bahkan berusaha agar nikmat tersebut berpindah kepadanya. Seseorang yang beriman kepada qadla’ dan qadar tentu tidak akan memiliki sikap dengki kepada orang lain, karena ia menyadari bahwa semua itu terjadi atas kehendak dan kekuasaan Allah SWT.  
 
Setiap muslim/muslimah wajib hukumnya menjauhi sifat hasud karena ia termasuk sifat tercela dan dosa. Firman Allah SWT dalam Q.S An Nisa’ 32:
وَلا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللَّهُ بِهِ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ (النساء :32)
Artinya: “Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain” (QS. An-Nisa (4): 32)

1.       Bahaya akibat sikap hasud adalah:
a)      Dapat merusak iman,  Rasulullah SAW bersabda:       Artinya:  ”Dengki (hasud) itu merusak iman sebagaimana Jadam merusak madu.” (H.R. Daelami)
b)      Dapat memutuskan persaudaraan dan menghapus segala kebaikan yang pernah dilakukan”  Rasulullah SAW bersabda:
اِياَّ كُْم وَالحَسَدَ فَاِ نَّ الْحَسَدَ يَاْ كُلُ الْحَسَنَا تِ كَمَا تَاْ كُلُ النَّارُالحَطَبَ (رواة ابوداود)

Artinya:  ”jauhkanlah dirimu dari hasud karena sesungguhnya hasud itu memakan kebaikan-kebaikan sebagaimana api memakan kayu-bakar.” (H.R. Abu Dawud)

c)       Dapat menimbulkan kerugian atau bencana baik bagi pendengki maupun orang yang didengki. Itulah sebabnya di dalam AlQuran Surat Al-Falaq, 113: 1, 2, dan 5, orang-orang beriman diperintah untuk mohon perlindungan kepada Allah SWT dari kejahatan sifat dengki (hasud)
d)      Dapat merusak mental (hati) pendengki itu sendiri sehingga dalam kehidupan merasa gelisah dan tidak tenteram.
e)      Dengan mengetahui kerugian atau bahaya yang ditimbulkan oleh sifat hasud (dengki) dan mengingat akan kebesaran dan kekuasaan Allah maka diharapkan pendengki-pendengki itu akan segera membuang jauh sifat dengki yang ia miliki.

B.      RIYA’

     Riya’ (pamer) ialah memperlihatkan suatu ibadah/perbuatan atau amal shalih kepada orang lain, bukan karena Allah SWT, tetapi karena sesuatu kepentingan yang lain.
    “Riya’ atau sum’ah” adalah perbuatan tercela, karena ia merupakan syirik kecil yang hukumnya haram. Sabda Nabi SAW:
اَخْوَفُ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمْ الشِّرْكُ الأَصْغَرُ، فَسُئِلَ عَنْهُ فَقَالَ: الرِّيَاءُ (رواه أحمد)
   Artinya : “Sesuatu yang aku takutkan yang akan menimpa kalian adalah syirik kecil” Lalu Nabi ditanya tentang hal itu dan beliau bersabda: “Yaitu riya” (HR. Ahmad)
Riya’ bisa terdapat dalam urusan keagamaan dan bisa pula dalam urusan keduniaan. Riya ‘dalam urusan keagamaan, misalnya:
a.         Seseorang memperlihatkan kepercayaannya kepada kebenaran agama Islam dan seluruh ajarannya, padahal hatinya sebenarnya tidak percaya. Ia memperlihatkan kepercayaannya itu bukan karena Allah tetapi karena ingin memperoleh pujian dan keuntungan duniawi. Ia termasuk orang munafik.
b.         Seseorang melakukan shalat berjamaah di mesjid dengan maksud bukan ingin memperoleh keridloan Allah SWT, tetapi agar mendapat penilaian dari masyarakat sebagai muslim yang taat. Orang seperti ini kalau berada sendirian biasanya tidak mau mengerjakan shalat.

 Riya’ dalam urusan keduniaan misalnya:

·         Seseorang memperlihatkan kesungguhan dan kedisiplinannya dalam bekerja kepada atasannya, dengan tidak dilandasi nilai ikhlas karena Allah SWT, karena ia ingin dinilai baik oleh atasannya, lalu pangkatnya atau gajinya dinaikkan. Orang seperti ini bila pangkat atau gajinya tidak naik tentu kerjanya akan bermalas-malas.
·         Setiap muslim (muslimah) dilarang bersikap dan berperilaku riya, karena riya akan mendatangkan kerugian atau bencana baik bagi pelakunya, dan mungkin juga bagi orang lain. Adapun kerugian atau bencana akibat riya antara lain:
·         Para pejabat yang bermental jahat, apabila suka bersikap dan berperilaku riya’, tentu ia akan melakukan perbuatan yang merugikan rakyat, seperti korupsi. Orang-orang yang riya di bidang kepercayaaan atau keimanan, sebenarnya merupakan orang-orang munafik yang pada suatu saat akan menodai kesucian Islam dan mencelakakan kaum muslimin.
·         Seseorang yang beribadah dan beramal saleh tidak dilandasi dengan niat ikhlas karena Allah SWT tetapi tujuannya hanya untuk kemasyhuran atau keuntungan dunia, maka di alam akhirat kelak ia akan dicampakkan ke dalam neraka.

2.       Aniaya

     Aniaya menurut bahasa Sansekerta artinya perbuatan bengis, penyiksaan, atau kedhaliman. Yang dimaksud aniaya (dhalim) adalah tidak adil (tidak menempatkan sesuatu pada tempatnya atau tidak sesuai dengan ketentuan Allah SWT). Aniaya adalah perbuatan yang sangat tidak manusiawi, sebagaimana firman Allah SWT:



     Artinya: “Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang yang zalim.” (Q.S. AI-Baqarah, 2: 229)

     Aniaya (zalim) termasuk sifat tercela yang dibenci Allah dan dibenci manusia serta termasuk perbuatan dosa yang dapat menjatuhkan martabat diri pelakunya dan merugikan orang lain . Sifat aniaya atau zalim dapat dibagi menjadi beberapa macam, yaitu:
    Aniaya kepada Allah SWT dengan cara tidak mau melaksanakan perintah Allah yang wajib, dan meninggalkan larangan Allah yang haram (lihat Q.S. Al-Baqarah, 2: 35 dan 254).
    Aniaya terhadap Rasulullah denngan mengikuti sunnah-sunnah rasul, dia membuat ajaran sendiri, membuat cara ibadah sendiri.
    Aniaya terhadap sesama manusia seperti ghibah (mengumpat), namimah (mengadu domba), fitnah, mencuri, merampok, melakukan penyiksaan, dan melakukan pembunuhan (lihat Q.S. Annisa, 4: 30 dan 9; Al-Hujurat, 49: 11).
     Aniaya terhadap binatang dengan cara memburu, membunuh, membiarkan kelaparan dsb.
    Aniaya terhadap diri sendiri, seperti membiarkan diri dalam kebodohan, kemalasan, kemiskinan,  kerusakan baik jasmani ataupun rohani dsb.

a.      Akibat buruk dari sikap aniaya yang dialami si penganiaya adalah:
1.  Tidak akan disenangi bahkan dibenci oleh masyarakat 
2.  Hidupnya tidak tenang karena dibayangi rasa takut dan rasa bersalah
3.  Mencemarkan nama baik diri dan keluarga
4.  Memiliki akibat hukum, misalnya dipenjarakan
5.  Masuk neraka (lihat surat al-Ma’idah ayat 39)

·   Adapun keburukan bagi yang dianiya dan masyarakat adalah:
a.       Mengalami kerugian dan bencana, misalnya sakit atau kehilangan nyawa
b.       Tidak ada ketentraman di masyarakat
c.       Semangat persatuan masyarakat menurun
d.       Allah menurunkan adzab-Nya. Firman Allah SWT  Qur’an Surat Yunus ayat 13:
وَلَقَدْ أَهْلَكْنَا الْقُرُونَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَمَّا ظَلَمُوا وَجَاءَتْهُمْ رُسُلُهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ وَمَا كَانُوا لِيُؤْمِنُوا كَذَلِكَ نَجْزِي الْقَوْمَ الْمُجْرِمِينَ (يونس : 13)
Artinya: “Dan Sesungguhnya Kami telah membinasakan umat-umat sebelum kamu, ketika mereka berbuat kezaliman, Padahal Rasul-rasul mereka telah datang kepada mereka dengan membawa keterangan-keterangan yang nyata, tetapi mereka sekali-kali tidak hendak beriman. Demikianlah Kami memberi pembalasan kepada orang-orang yang berbuat dosa”( Q.S. Yunus 13)


      4. Diskriminasi
            Diskriminasi menurut kamus bahasa Indonesia berarti perbedan perlakuan, menurut pengertian adalah perlakuan yang berbeda terhadap seseorang atau sekelompok orang atau terhadap barang bahkan terhadap binatang. Diskriminasi dapat terjadi karena adanya kebencian atau kecemburuan yang mendalam yang mengakibatkan tidak senang, sehingga memperlakukan berbeda terhadap yang tidak disukai tersebut. Sikap tersebut telah dikecam dalam Q.S Al-Hujrat  11.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا يَسْخَرْ قَومٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ وَلا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلا تَنَابَزُوا بِالألْقَابِ بِئْسَ الاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ اْلإِيْمَانِ وَمَنْ لَّمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ (الحجرات: 11)
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik . Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim” (Q.S. Al-Hujrat 11).
            Sifat diskriminatif menunjukan sikap dan fikiran yang sempit, sehingga menimbukan kerugian-kerugian yang besar baik terhadap diri sendiri dan kepada orang lain diantaranya adalah:
a. Mengakibatkan putusnya komunikasi antara keduanya.
b. Memutuskan ukhuwah Islamiyah
c. Menimbulkan persaingan yang tidak baik
d. Menimbulkan permusuhan antara keduanya.
e. Menghambat kemajuan IMTAQ dan IPTEK.