IMAN KEPADA MALAIKAT

HABIBIKU



A. Pengertian Malaikat
     Secara Etimologis malaikat berasar dari bahasa Arab asal kata dari malak, jamak nya malaaika akar katanya a'lak atau a'luka  artinya risalah atau menyampaikan pesan . Sedangkan pengertian malaikat secara terminologis malaikat adalah mahluk gaib yang diciptakan oleh Allah SWT. dari cahaya sebagai utusan tuhan yang taat dan patuh menjalankan semua perintah Allah SWT.

B. Pengertian Iman Kepada Malaikat Allah
      Iman Kepada Malaikat artinya mempercayai keberadaan mahlik gaib yang bernama malaikat.

C. Hukum Beriman Kepada Malaikat
     Sebagai umat islam mempercayai atau beriman kepada malaikat hukumnya  Pardu A'in. 
adapun perintah beriman kepada malaikat  tersurah dalam firman Allah SWT. 
     1. QS. Albaqoroh : 3

     2. QS. Albaqoroh : 285

     3. Hadis Nabi Muhamad SAW. yang di riwayatkan oleh HR. Muslim


ءَامَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ كُلٌّ ءَامَنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لاَ نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْ رُسُلِهِ وَقَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ.         ( البقرة : 285 )
Artinya “ Rasul telah beriman kepada Al Qur'an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul rasul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan kami ta`at". (Mereka berdo`a): "Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali".
Rasulullah SAW bersabda :
اَ ْلإِيْمَانُ اَنْ تُؤْ مِنُ بِااللهِ وَ مَلاَئِكَتِهِ .... ( روه البخاري )
Artinya : “Iman itu ialah engkau percaya kepada Allah dan Malaikat-Nya ….” (H.R. Bukhori).
Kedudukan manusia dan malaikat disisi Allah :
-      sama-sama sebagai hamba Allah
-      manusia diberi tugas sebagai khalifah fil ardhi atau pemimpin dimuka bumi, sedangkan salah satu tugas malaikat adalah mengawasi kepemimpinan manusia.
Kedudukan manusia dalam beriman kepada malaikat berbeda dengan kedudukan manusia dalam beriman kepada Allah. Manusia dalam beriman kepada Allah tidak cukup meyakini dalam hati tetapi harus diikuti pengakuan lisan dan dibuktikan dengan amal perbuatan nyata yaitu penghambaan diri kepada Allah (bertaqwa). Sedangkan beriman kepada Malaikat, manusia hanya disuruh mengimani saja dengan cara-cara yang sesuai petunjuk qur’an dan hadist.
D.   Tanda Beriman Kepada Malaikat.
Iman kepada malaikat merupakan rukun iman yang kedua. Sebagai orang mukmin kita harus meyakini adanya malaikat. Orang yang beriman kepada malaikat akan memiliki tanda-tanda antara lain :
1.    Senantiasa berhati-hati dalam bersikap dan bertingkah laku.
2.    Termotivasi untuk selalu berbuat positif dan menjauhkan diri dari perbuatan tercela.
3.    Disiplin dalam melaksanakan tugas dan kewajiban
4.    Hidup tenang dan tenteram.


PRILAKU TERCELA



A.    Hasud

      Hasud atau dengki adalah rasa atau sikap tidak senang terhadap kabahagiaan atau kenikmatan yang diterima orang lain dan dia berusaha untuk menghilangkannya atau mencelakakan orang lain tersebut, bahkan berusaha agar nikmat tersebut berpindah kepadanya. Seseorang yang beriman kepada qadla’ dan qadar tentu tidak akan memiliki sikap dengki kepada orang lain, karena ia menyadari bahwa semua itu terjadi atas kehendak dan kekuasaan Allah SWT.  
 
Setiap muslim/muslimah wajib hukumnya menjauhi sifat hasud karena ia termasuk sifat tercela dan dosa. Firman Allah SWT dalam Q.S An Nisa’ 32:
وَلا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللَّهُ بِهِ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ (النساء :32)
Artinya: “Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain” (QS. An-Nisa (4): 32)

1.       Bahaya akibat sikap hasud adalah:
a)      Dapat merusak iman,  Rasulullah SAW bersabda:       Artinya:  ”Dengki (hasud) itu merusak iman sebagaimana Jadam merusak madu.” (H.R. Daelami)
b)      Dapat memutuskan persaudaraan dan menghapus segala kebaikan yang pernah dilakukan”  Rasulullah SAW bersabda:
اِياَّ كُْم وَالحَسَدَ فَاِ نَّ الْحَسَدَ يَاْ كُلُ الْحَسَنَا تِ كَمَا تَاْ كُلُ النَّارُالحَطَبَ (رواة ابوداود)

Artinya:  ”jauhkanlah dirimu dari hasud karena sesungguhnya hasud itu memakan kebaikan-kebaikan sebagaimana api memakan kayu-bakar.” (H.R. Abu Dawud)

c)       Dapat menimbulkan kerugian atau bencana baik bagi pendengki maupun orang yang didengki. Itulah sebabnya di dalam AlQuran Surat Al-Falaq, 113: 1, 2, dan 5, orang-orang beriman diperintah untuk mohon perlindungan kepada Allah SWT dari kejahatan sifat dengki (hasud)
d)      Dapat merusak mental (hati) pendengki itu sendiri sehingga dalam kehidupan merasa gelisah dan tidak tenteram.
e)      Dengan mengetahui kerugian atau bahaya yang ditimbulkan oleh sifat hasud (dengki) dan mengingat akan kebesaran dan kekuasaan Allah maka diharapkan pendengki-pendengki itu akan segera membuang jauh sifat dengki yang ia miliki.

B.      RIYA’

     Riya’ (pamer) ialah memperlihatkan suatu ibadah/perbuatan atau amal shalih kepada orang lain, bukan karena Allah SWT, tetapi karena sesuatu kepentingan yang lain.
    “Riya’ atau sum’ah” adalah perbuatan tercela, karena ia merupakan syirik kecil yang hukumnya haram. Sabda Nabi SAW:
اَخْوَفُ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمْ الشِّرْكُ الأَصْغَرُ، فَسُئِلَ عَنْهُ فَقَالَ: الرِّيَاءُ (رواه أحمد)
   Artinya : “Sesuatu yang aku takutkan yang akan menimpa kalian adalah syirik kecil” Lalu Nabi ditanya tentang hal itu dan beliau bersabda: “Yaitu riya” (HR. Ahmad)
Riya’ bisa terdapat dalam urusan keagamaan dan bisa pula dalam urusan keduniaan. Riya ‘dalam urusan keagamaan, misalnya:
a.         Seseorang memperlihatkan kepercayaannya kepada kebenaran agama Islam dan seluruh ajarannya, padahal hatinya sebenarnya tidak percaya. Ia memperlihatkan kepercayaannya itu bukan karena Allah tetapi karena ingin memperoleh pujian dan keuntungan duniawi. Ia termasuk orang munafik.
b.         Seseorang melakukan shalat berjamaah di mesjid dengan maksud bukan ingin memperoleh keridloan Allah SWT, tetapi agar mendapat penilaian dari masyarakat sebagai muslim yang taat. Orang seperti ini kalau berada sendirian biasanya tidak mau mengerjakan shalat.

 Riya’ dalam urusan keduniaan misalnya:

·         Seseorang memperlihatkan kesungguhan dan kedisiplinannya dalam bekerja kepada atasannya, dengan tidak dilandasi nilai ikhlas karena Allah SWT, karena ia ingin dinilai baik oleh atasannya, lalu pangkatnya atau gajinya dinaikkan. Orang seperti ini bila pangkat atau gajinya tidak naik tentu kerjanya akan bermalas-malas.
·         Setiap muslim (muslimah) dilarang bersikap dan berperilaku riya, karena riya akan mendatangkan kerugian atau bencana baik bagi pelakunya, dan mungkin juga bagi orang lain. Adapun kerugian atau bencana akibat riya antara lain:
·         Para pejabat yang bermental jahat, apabila suka bersikap dan berperilaku riya’, tentu ia akan melakukan perbuatan yang merugikan rakyat, seperti korupsi. Orang-orang yang riya di bidang kepercayaaan atau keimanan, sebenarnya merupakan orang-orang munafik yang pada suatu saat akan menodai kesucian Islam dan mencelakakan kaum muslimin.
·         Seseorang yang beribadah dan beramal saleh tidak dilandasi dengan niat ikhlas karena Allah SWT tetapi tujuannya hanya untuk kemasyhuran atau keuntungan dunia, maka di alam akhirat kelak ia akan dicampakkan ke dalam neraka.

2.       Aniaya

     Aniaya menurut bahasa Sansekerta artinya perbuatan bengis, penyiksaan, atau kedhaliman. Yang dimaksud aniaya (dhalim) adalah tidak adil (tidak menempatkan sesuatu pada tempatnya atau tidak sesuai dengan ketentuan Allah SWT). Aniaya adalah perbuatan yang sangat tidak manusiawi, sebagaimana firman Allah SWT:



     Artinya: “Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang yang zalim.” (Q.S. AI-Baqarah, 2: 229)

     Aniaya (zalim) termasuk sifat tercela yang dibenci Allah dan dibenci manusia serta termasuk perbuatan dosa yang dapat menjatuhkan martabat diri pelakunya dan merugikan orang lain . Sifat aniaya atau zalim dapat dibagi menjadi beberapa macam, yaitu:
    Aniaya kepada Allah SWT dengan cara tidak mau melaksanakan perintah Allah yang wajib, dan meninggalkan larangan Allah yang haram (lihat Q.S. Al-Baqarah, 2: 35 dan 254).
    Aniaya terhadap Rasulullah denngan mengikuti sunnah-sunnah rasul, dia membuat ajaran sendiri, membuat cara ibadah sendiri.
    Aniaya terhadap sesama manusia seperti ghibah (mengumpat), namimah (mengadu domba), fitnah, mencuri, merampok, melakukan penyiksaan, dan melakukan pembunuhan (lihat Q.S. Annisa, 4: 30 dan 9; Al-Hujurat, 49: 11).
     Aniaya terhadap binatang dengan cara memburu, membunuh, membiarkan kelaparan dsb.
    Aniaya terhadap diri sendiri, seperti membiarkan diri dalam kebodohan, kemalasan, kemiskinan,  kerusakan baik jasmani ataupun rohani dsb.

a.      Akibat buruk dari sikap aniaya yang dialami si penganiaya adalah:
1.  Tidak akan disenangi bahkan dibenci oleh masyarakat 
2.  Hidupnya tidak tenang karena dibayangi rasa takut dan rasa bersalah
3.  Mencemarkan nama baik diri dan keluarga
4.  Memiliki akibat hukum, misalnya dipenjarakan
5.  Masuk neraka (lihat surat al-Ma’idah ayat 39)

·   Adapun keburukan bagi yang dianiya dan masyarakat adalah:
a.       Mengalami kerugian dan bencana, misalnya sakit atau kehilangan nyawa
b.       Tidak ada ketentraman di masyarakat
c.       Semangat persatuan masyarakat menurun
d.       Allah menurunkan adzab-Nya. Firman Allah SWT  Qur’an Surat Yunus ayat 13:
وَلَقَدْ أَهْلَكْنَا الْقُرُونَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَمَّا ظَلَمُوا وَجَاءَتْهُمْ رُسُلُهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ وَمَا كَانُوا لِيُؤْمِنُوا كَذَلِكَ نَجْزِي الْقَوْمَ الْمُجْرِمِينَ (يونس : 13)
Artinya: “Dan Sesungguhnya Kami telah membinasakan umat-umat sebelum kamu, ketika mereka berbuat kezaliman, Padahal Rasul-rasul mereka telah datang kepada mereka dengan membawa keterangan-keterangan yang nyata, tetapi mereka sekali-kali tidak hendak beriman. Demikianlah Kami memberi pembalasan kepada orang-orang yang berbuat dosa”( Q.S. Yunus 13)


      4. Diskriminasi
            Diskriminasi menurut kamus bahasa Indonesia berarti perbedan perlakuan, menurut pengertian adalah perlakuan yang berbeda terhadap seseorang atau sekelompok orang atau terhadap barang bahkan terhadap binatang. Diskriminasi dapat terjadi karena adanya kebencian atau kecemburuan yang mendalam yang mengakibatkan tidak senang, sehingga memperlakukan berbeda terhadap yang tidak disukai tersebut. Sikap tersebut telah dikecam dalam Q.S Al-Hujrat  11.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا يَسْخَرْ قَومٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ وَلا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلا تَنَابَزُوا بِالألْقَابِ بِئْسَ الاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ اْلإِيْمَانِ وَمَنْ لَّمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ (الحجرات: 11)
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik . Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim” (Q.S. Al-Hujrat 11).
            Sifat diskriminatif menunjukan sikap dan fikiran yang sempit, sehingga menimbukan kerugian-kerugian yang besar baik terhadap diri sendiri dan kepada orang lain diantaranya adalah:
a. Mengakibatkan putusnya komunikasi antara keduanya.
b. Memutuskan ukhuwah Islamiyah
c. Menimbulkan persaingan yang tidak baik
d. Menimbulkan permusuhan antara keduanya.
e. Menghambat kemajuan IMTAQ dan IPTEK.